
Salah satu unggulan penerima Piala Oscar tahun 2015 untuk kategori film doekumenter panjang, dengan judul yang diambil dari kutipan kata-kaya Maya Angelou. Nina Simone dicintai banyak orang tapi tiba-tiba ia seperti “menghilang” dari publik Amerika, dan film dokumenter ini menjelaskannya bahwa itu disebabkan oleh keberpihakannya terhadap gerakan hak-hak sipil dekade 1960-an, dan lagunya yang kontroversial, jujur dan brutal, Mississippi God Damn.
Kontraknya kemudian diputus karena para promotor tak mau membuat panggung mereka jadi pernyataan politik Nina dan lagunya yang judulnya mengandung sumpah serapah. Ia kemudian terpinggirkan karena suaminya yang juga sponsornya pelan-pelan meninggalkannya dan menampakkan sifat aslinya yang gemar melakukan kekerasan. Ia kemudian pindah ke Liberia dan hidup sebagai orang yang penuh beban kemarahan terhadap situasi yang dihadapinya dan kemarahan terhadap bekas suaminya.
Ia kemudian pindah ke Swiss dan bertemu teman lamanya yang lalu mencoba menampilkannya lagi. Penampilannya di festival jazz di Montreux ini menjadi pivot bagi film dokumenter ini karena memperlihatkan kompleksitas perkembangan karakter Nina dari seorang anak yang bercita-cita menjadi pianis klasik kulit hitam pertama hingga menjadi penghibur yang dikenal dengan vokal yang menggetarkan.
Diceritakan secara kronologis, dan menggunakan penuturan wawancara sebagai narasi, kisah penyanyi bernama asli Eunice Waymon ini berhasil menggambarkan bahwa kecintaan dan tragedi adalah dua sisi dari satu mata uang.
Saya cantumkan tautan konser Nina Simone di Montreux tahun 1976 ketika ia menyanyikan lagu Stars karya Janis Ian. Lagu ini seperti menggambarkan takdir dirinya sebagai seorang bintang, sekaligus menjadi self-commentary, self-pity dan pengakuan bahwa tragedi adalah bagian dari takdir itu.
Leave a Reply